Memory of Hurt (4 of 5)

Memory of Hurt

Author: Tamara Kim

Cast: Park Chanyeol, Lee Hongbin, Park Jiyeon

Catagories: Fanfiction, EXO, EXO-K, Continue, Tragedy, VIXX, T-Ara

Tags: Park Chanyeol, Lee Hongbin, Park Jiyeon, EXO, EXO-K, VIXX, T-Ara

Note:-

Kania terlonjak kecil saat mendengar suara yang ia nanti hampir beberapa tahun terakhir. Hongbin yang tengah asik menemani Kania mendengarkan suara musik dari televisi yang menampilkan chart tangga lagu sejenak mengernyit bingung.

Bahkan Kania melupakan tongkatnya, berjalan tersandung-sandung sembari meraba-raba sekitar menuju pintu depan. Hongbin dengan cekatan merengkuh tubuh Kania, membawanya berjalan menuju kemauannya.

Hongbin melirik jendela kecil yang berada di samping pintu, sosok jangkung yang tak terlihat jelas karena remangnya penerangan di luar sana.

Hongbin menjadi waspada, namun tubuh Kania mendorong Hongbin menjauh. Senyum itu mengembang di bibirnya, “Chanyeol..” gumam Kania yang kini berdiri meraba pintu. Tak lama pintu itu terbuka dengan sendirinya, bukan Kania yang membukanya, melainkan Chanyeollah yang membukanya.

Langkah Chanyeol terhenti saat Kania menghalangi jalannya. Ditatapnya wajah Kania dengan kilat emosi.

“Minggir..” desis Chanyeol, Kania hanya dapat tersenyum pahit. Chanyeolnya yang masih sama seperti dulu, perlahan Kania meminggirkan badannya. Memberikan jalan kepada Chanyeol, meinggalkan Kania yang masih berdiri mematung di pintu.

Hongbin yang melihat semua itu dalam diam dari tempat termbunyi di balik pintu hanya dalam meringis, tangannya menghela Kania untuk menjauh dari pintu, membantu Kania menutup pintu itu dalam diam.

Kania yang terlampau senang segera berbalik mengikuti Chanyeol. Semenjak ia menjadi buta, indra penciuman dan pendengarannya begitu peka, membuat Kania mengikuti Chanyeol hanya dengan mencium baunya.

Langkahnya beberapa kali tersandung kaki meja atau karpet saat mengikuti Chayeol yang berjalan memimpin memasuki rumah mereka, Kania benar-benar bahagia saat ini.

Chanyeol mengentikan langkahnya, matanya menatap sekeliling, ada yang berubah dengan ruangan ini.

“Chanyeol, kau …. kau ingin makan apa?” tanya Kania gemetar. Ia sungguh bahagia hingga tak bisa menahan untuk tak memeluk Chanyeol. Tangan Kania mencoba meraih apapun itu untuk berpeganganan dan akhirnya ia dapat meraih pinggiran meja.

Mata Chanyeol melebar saat mengetahui apa perubahan yang terjadi di rumah ini. Foto-foto yang dulu mendominasi dirinya dengan Kania kini sekaan tersingkir, tak hilang, hanya tergantikan dengan sesuatu yang aneh.

Langkah kaki Chanyeol membawanya menuju meja kecil dengan figura kecil berdiri. Menampilkan Kania yang berfoto dengan lelaki asing yang bahkan Chanyeol tak ketahui sama sekali.

Di foto itu terlihat Kania tertawa lepas dengan lelaki berdekik, mereka berpelukan di sofa tengah, sungguh moment yang menyenangkan. Tapi tidak bagi Chanyeol!

Luapan emosi langsung tersulut begitu saja.

“Chanyeol.. kau ingin makan sup wortel?” tanya Kania kembali, memberikan usul atas kesukaan suaminya.

Namun hal itu tak membuat Chanyeol menurunkan emosinya, Chanyeol berbalik, menatap istrinya yang kini makin terlihat menjijikkan di matanya.

“Bahkan wanita mandul sepertimu masih bisa selingkuh.”

Kania terperanjat kecil mendengar perkataan Chanyeol, Kania menggeleng cepat.

“Tidak… tidak Chanyeol.” Bantah Kania yang justru membuat Chanyeol makin naik darah.

“Tidak apanya, Kania…” Chanyeol mendesis, berusaha menahan emosinya. Kania menggeleng, matanya kembali berair. Sungguh, wanita ini tidak akan berselingkuh, hatinya sudah terlanjur mati untuk lelaki lain hanya karena terbutakan oleh kecintaanya pada Chanyeol.

Dengan kasar Chanyeol meraih kemeja Kania, tangannya hendak menampar Kania. Namun gerakannya tertahan saat suara dingin mengintrupsi.

“Hentikan!”

Chanyeol membeku seketika hanya mendengar suara yang tak mengerti darimana berasal. Pandangannya mengedar mencari sumber suara, hingga sosok yang memberikan intrupsi itu keluar dari pojok gelap ruangan temaram. Menampilkan wajah dengan rahang kokoknya dan ekspresi dinginnya.

“Hongbin..” bisik Kania dalam pejaman matanya, bulu kuduknya berdiri seketika, ia sudah siap akan menerima kemarahan Chanyeol. Ini salahnya, salahnya membiarkan Hongbin masuk dalam  kehidupannya.

“Oh, inikah selingkuhan dari istriku?” Chanyeol mengendurkan tangannya dari cengrakaman baju Kania. Membuat Kania perlahan jatuh terduduk di hadapan Chanyeol, lututnya begitu bergetar hebat hingga tak kuat untuk berdiri.

Hongbin tertawa sinis, “Istrimu? Ck, bahkan kau memperlakukannya seperti tidak ada di dunia ini, Chanyeol! Dan saat seperti inilah yang aku tunggu.”

Chanyeol menatap geram ke arah Hongbin yang berkata penuh menantangnya.

“Ya, aku adalah selingkuhan istrimu. Selingkuhan yang masih lebih bertanggung jawab dan pintar.” Chanyeol mengepalkan tangannya geram, “Tidak seperti dirimu, budak dari rahim wanita..” Hongbin tak mau kalah. Ia ingin menyadarkan seorang Chanyeol bahwa ia begitu tolol meninggalkan Kania yang begitu tulus akan dirinya.

Chanyeol yang sedari tadi menehan emosinya meledak begitu saja, ia tertampar oleh sebuah fakta yang menohoknya. Begitu hinanya kah dirinya hanya terbutakan oleh kekayaan untuk mencari penerus.

Hongbin perlahan berjalan mendekat menampilkan tubuhnya yang tak kalah jangkung dari Chanyeol, “Dan akulah yang membuat perusahaanmu bangkrut, Chanyeol. Akulah yang membuatmu merangkak kembali!”

Suara dingin sarat emosi kegelapan membuat Chanyeol kembali tersadar akan permasalahan hingga ia tak sadar menjejakkan kakinya kemari.

Chanyeol tersenyum kecil dan berdecak pinggang, “Tidak. Aku tidak sedang bangkrut saat ini.” Ditatapanya Hongbin dengan pandangan mencela lalu dipandangnya Kania yang terduduk bersimpuh di kakinya dengan tangis yang tertahan.

Dengan gerakan kasar Chanyeol manarik tubuh Kania untuk berdiri. Hongbin sedikit beranjak mendekati Chanyeol namun langkahnya terhenti, padangan membunuh Chanyeol menghentikan langkahnya,

“Jangan lakukankah hal bodoh pada Kania!” desis Hongbin memperingatkan, Chanyeol hanya mendecih pelan. Dirinya sudah tertutup dengan kilat emosi dan setan yang merasukinya benar-benar sudah mendominasi.

“Kenapa? Kau takut pelacurmu satu ini rusak?” Hongbin menggeram pelan, menahan tangannya yang mengepal kuat hingga memutih. Ia tak ingin melakukan kekerasan di depan Kania saat ini.

“Ck, kau seorang penakut rupanya.” Kini Chanyeol tak main-main, dijambaknya rambut Kania kuat, mencium leher Kania sebagai tindakan pelecehan,

“Kenapa Hongbin? Kau takut?”  tantang Chanyeol di balik tubuh Kania.

Tatapan Hongbin terhenti pada Kania. Kania memang ketakutan, terlihat jelas sekali di wajahnya, namun gelengan pelan dari Kania seolah melarangnya untuk melawan Chanyeol.

“Bangsat kau Chanyeol! Jauhkan tangan kotormu dari Kania!” Hongbin tak bisa menahan emosinya hingga tanpa sadar memukul meja di sampingnya. Ia masih bisa menahan tubuhnya untuk tidak melakukan tindak kekerasan di depan Kania.

Chanyeol kembali tertawa. Dibalikkannya tubuh Kania dengan kasar dan dengan liar Chanyeol mencium bibir Kania. Menghajarnya tanpa ampun hingga membuat Kania gelagapan.

“CHANYEOL!” Sudah, sudah cukup kali ini Hongbin menahan dirinya, ia beranjak dari tempatnya namun langkahnya terhenti begitu saja.

Chanyeol menghentikan ciumannya dan segera menampar Kania keras. Membuat Kania limbung begitu saja hingga tak sengaja kepalanya mengenai ujung meja tempatnya ia berpijak tadi. Tubuh Kania tergeletak dengan darah mengalir.

Dua lelaki jangkung yang melihatnya sontak membenku, mereka saling bertatapan.

Sebuah tinju keras tepat mendarat di rahang Chanyeol, hingga tubuh Chanyeol yang tak siap ikut limbung tak jauh dari Kania. Tinju itu datang bertubi-tubi padanya, hingga Chanyeol yang dalam posisi tak siap hanya dapat menerima pukulan bertubi dari Hongbin.

“Demi tuhan Chanyeol!” Hongbin meraih kerah kemeja Chanyeol yang kini terdapat bercak darahnya, “Istrimu ini buta akibat kecelakaan dan kau! Bangsat kau!” dengan sekali hantaman keras, Hongbin menyudahi pukulannya saat matanya tak sengaja memandang darah yang mengalir dekat dirinya.

Kania!

Dengan sigap Hongbin meraih tubuh Kania, mengguncangnya perlahan, namun Kania tak kunjung sadar. Hongbin segera saja membopoh tubuh Kania keluar rumah  mungil itu. Menempatkan tubuh lemah Kania penuh darah di mobilnya dan segera melesat menuju rumah sakit.

*

Istrimu ini buta akibat kecelakaan!

Chanyeol menjambak rambutnya dan mengerang pelan. Suatu dosa yang tak pernah ia ketahui.

Sebuah sentuhan hangat menyadarkan Chanyeol dari lamunannya. Jiyeon memasuki ruang kerjanya tanpa suara dengan pakaian transparan yang demi tuhan sama sekali tak bisa menutupi lekuk tubuh seksinya walau sudah melahirkan.

“Kenapa sayang?” tanya Jiyeon yang kini menghapus kerutan di kening Chanyeol menggunakan jemari lembutnya. Dengan sensual Jiyeon menduduki dirinya di pangkuan Chanyeol. Menggoda Chanyeol untuk kermbali memadu kasih.

Namun sepertinya ini bukan saat yang tepat. Chanyeol masih kalut akan insiden yang menghantamnya tiga hari lalu.

Saat Kanianya yang ia tampar, penjelasaan lelaki yang ia anggap sebagai selingkuhan Kania menyatakan bahwa istrinya tengah buta.

Ditepisnya tangan  Jiyeon yang menyentuh dadanya. Ia sedang ingin sendiri dan saat ini istrinya tengah menggodanya.

“Kumohon, hentikan.” Pinta Chanyeol dengan wajah menyesal. Ia terlalu lelah dengan semua ini. Tubuhnya merasa kebas dan perasaaan aneh menggelayutinya. Rasa bersalah, penyesalaan, dan kepedihan yang menjadi satu.

Jiyeon menjauhkan dirinya dari Chanyeol. Memandang Chanyeol marah, “Kau tak akan mendapat jatah untuk seminggu kedepan!” pekik Jiyeon lalu meinggalkan Chanyeol kembali sendiri di ruang kerjanya.

Chanyeol mengusap wajahnya kasar, dikeluarkannya ponsel hitamnya dan segera menelpon nomor pribadi, “Cari tahu di mana istriku sekarang dirawat.”

Hening,

“Istri anda sedang di rumah anda, Tuan.” Sahut suara di sebrang sana.

Chanyeol menjambak rambutnya emosi, “Demi tuhan! Aku memiliki dua istri! Kania! Cepat cari di mana Kania dirawat!” bentak Chanyeol, membuang ponselnya sejauh mungkin.

Astaga, ia berusaha melupakan Kania hingga kini bahkan orang kepercayaanya sudah lupa bahwa ia memiliki istri yang dulu sangat ia cintai. Istri yang ia puja.

Sejenak sekelebat bayangan saat di mana ia tak bisa mendegar atau membaca apa pemikiran Kania, menjadikannya dorongan  untuk menjadi Kania miliknya,

Senyumnya,

Tawanya,

Istrinya,

Kania,

Chanyeol menggeram keras dan melemparkan tinjunya pada dinding bercat merah marun. Benar kata lelaki selingkuhan Kania bernama Hongbin itu, Chanyeol adalah makhluk terbangsat yang pernah ada.

*

Langkahnya terhenti saat Hongbin baru saja keluar dari kamar yang mana istrinya dirawat. Hongbin yang menyadari kehadiran Chanyeol seketika itu juga emosinya memuncak. Namun sepertinya Hongbin lebih handal dalam mengatur emosinya.

“Kau masih punya muka berdiri disini.”

Chanyeol terdiam, pandangannya tertunduk dalam menatap karangan bunga putih. Ditatapnya pahit bunga putih yang sengaja ia beli dengan menggedor paksa florist hanya untuk memberi bunga untuk istrinya yang terbaring di dalam sana akibat perbuatannya.

“Ah, sekedar membuatmu senang saja. Kania sedang mengalami pendarahan otak akibat tamparanmu, membuatnya mengenai ujung  meja.” Hongbin kini bertepuk tangan, “Selamat Chanyeol, kau benar-benar pembunuh terbaik di dunia ini.” Ditatapnya Chanyeol dengan pandangan melecehkan. Pandangan yang dulu sempat ia lontarkan pada Hongbin.

Chanyeol tersenyum kecut, “Izinkan aku menemui istriku.” Desisnya pelan masih tertunduk.

“Istrimu?” Seketika Hongbin tertawa sinis, “Ingat! Kau mencampakkanya hanya karena ia mandul? Bajingan macam apa kau?” kini emosi Hongbin tak terbendung kembali. Diraihnya kemeja Chanyeol dan menatap Chanyeol geram.

“Aku yakin bukan Kania yang mandul, tapi dirimulah yang mandul!” desis Hongbin tepat di wajahnya, “Jika kau ingin mengunjungi Kania, langkahi dulu mayatku!”

Hongbin mendorong tubuh Chanyeol menjauh, tak ada pergerakan kembali antara mereka. Hingga Chanyeol memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah sakit itu dalam diam.

*

Matanya memanas saat membaca kertas itu. Hatinya benar-benar terasa disiram air panas. Bagaimana bisa?

Lututnya terasa lemas begitu saja membuatnya jatuh bersimpuh di ruangan kerjanya. Hatinya benar-benar sakit dan air mata menetes begitu saja.

Chanyeol menangis. Tangisan seorang pria yang menyesal.

*

Hongbin mencium tangan dingin itu pelan, takut akan membangunkan Kania dalam tidur tenangnya.

Suara pendeteksi detak jantung begitu mengerikan. Hongbin benar-benar takut jikalau detak itu menjerit nyaring menandakan Kania akan benar-benar tidak ada di dunia ini.

Pendarahan otak yang hebat menyerang kepala bagian belakang Kania. Apabila Kania sedikit saja terguncang, tubuhnya akan kacau dan hal yang tak diinginkan Hongbin bisa saja terjadi.

Tapi Hongbin tak pernah putus asa, dipanjatkannya doa itu terus-menerus dengan penuh harapan.

Ia sangat mencintai Kania, sangat amat.

“Chanyeol..”

Suara serak Kania membuat Hongbin menatap Kania intens. Ditatapnya wajah damai Kania yang masih terpejam,

“Chanyeol..” lagi, Kania menyuarakan nama yang benar-benar ia benci.

“Ssst… ssst… Kania, aku disini..” Hongbin menenangkan Kania dengan mengelus lembut rambut Kania.

“Hongbin..” kali ini Hongbin setengah berdiri dari duduknya,

“Ya Kania, ya, aku Hongbin. Aku di sini.” Ujar Hongbin yang kini menggenggam kuat tangan Kania. Matanya memanas begitu saja saat tangan Kania yang begitu dingin dalam genggamannya.

“Aku .. mencintaimu..” suara Kania begitu parau bahkan terdengar bisikan. Namun tak terpungkiri, Hongbin mendengar kalimat itu begitu jelas.

Benarkah? Kania, mencintainya?

“Chanyeol..” sesaat setelah menggumamkan kalimat itu, suara pendeteksi detak jantung menjering keras, tak ada suara detakan lagi.

Hongbin panik setengah mati segera menetap tombol darurat, memanggil nama Kania kembali dan memohon untuk terbangun. Kali ini Hongbin menangis. Berkali-kali ia mengucapkan permohonan pada tubuh dingin Kania, hingga segerombolan dokter beserta suster memasuki ruangannya. Menghela Hongbin untuk menjauh dari Kania yang tengah di tangani dokter.

Hongbin menangis saat ini. Tangisan pria yang ditinggalkan oleh seorang yang dicintainya.

-TBC-

One thought on “Memory of Hurt (4 of 5)

Leave a comment