Different

Different

Author: Tamara Kim

Cast: Han Seung Yun, Im Yoona, Bobby Kim

Catagories: FanFiction, Oneshoot, Romance

Tags: Han Seung Yun, LUNAFLY, Im Yoona, SNSD, Booby Kim, ICON

Note: Ketika perbedaan menemukanmu dengan perbedaan lainnya.

-o-

Yun memasangkan headsheatnya dan berjalan pelan menuju kantornya. Dua satpam yang sedang berjaga di pintu masuk langsung membungkuk dalam saat melihat bosnya melewati pintu. Beberapa karyawan yang berada tak jauh dari Yun juga ikut membungkuk dalam.

Sebenarnya Yun bukan seperti bos-bos pada umumnya atau bos-bos pada cerita yang penuh akan kekonyolan.

Garang, kejam, dingin, angkuh, sombong, dan kata-kata yang bernotabene menuju sisi buruk. Yun tidak seperti itu, ia adalah sosok yang ramah dan baik hati. Sosok paling disegeani. Terlebih ia masih muda dan sangat baik perawakannya. Tua, muda, perempuan, maupun laki-laki suka padanya.

Tak ada sedikitpun sifat buruk dalam sisi Yun.

“Selamat pagi, Tuan.” Sapa sekretarisnya yang memiliki meja kerja tak jauh darinya. Yun segera melepas headseatnya kemudian membungkuk kecil, membalas sapaan sekretarisnya tak luput dengan senyuman. Ia terduduk di balik meja raksasanya dan menatap beberapa berapa berkas yang sudah menumpuk di depannya.

“Itu adalah laporan keuangan bulan kemarin seperti permintaan Tuan.” Jelas sang sekretaris dengan sopan. Masih senyuman Yun kembali mengucapkan terima kasih dan mengambil berkas-berkas dalam map warna-warni tak lupa juga memasang kembali headseatnya.

Sepertinya ada yang ketinggalan.

Yun adalah lelaki muda dengan kebiasaanya yang berbeda. Setiap hari entah itu headseat atau headphone sudah bertengger di telingnya. Style anak muda zaman sekarang mungkin dalam pemikiran beberapa orang yang berjumpa dengannya.

Tidak, Yun menggunakan headseat itu bukan sebagai style atau hanya mode anak muda zaman sekarang. Ia sedang menutupi pendengarannya. Pendengarannya sungguh bising dengan…

Suara batin orang di sekitarnya.

Mungkin Yun seperti orang paranormal di sana yang bisa membaca pemikiran orang. Yun hanya dapat mendengar suara batin orang-orang di sekelilingnya dengan jelas. Hanya saja terbatas, ia dapat mendengar suara batin orang di sekitarnya dengan jarak tak lebih dari sepeluh meter darinya.

Selebihnya, ia hanya dapat memandang orang itu tanpa bisa mengetahui isi batinnya.

Dan suara-suara itu sangat bising di pendengarannya.

Yun bisa mendengar semua itu ketika ia kecil. Saat itu ia sedang berada di rumahnya sendirian, Yun kecil sangat lapar dan mencoba memasak ramen. Tak ada orang untuk membantunya menghidupkan kompor. Tapi perutnya sudah berontak, hingga dengan inisatif ia mencoba menghidupkan kompor tersebut.

Percobaan sekali kompor itu tak hidup.

Dua kali..

Tiga kali..

Dan percobaan keempat kompor itu hidup namun dengan ledakan yang memekakkan telinga. Kompornya meledak hingga membuat Yun kecil telempar jauh keluar dapur. Tubuhnya panas tapi tak terbakar. Tetangga yang berada di sekitar rumahnya yang mendengar ledakan itu segera keluar dan mendobrak rumah Yun.

Yun kecil masih tergeletak di lantai dengan dengung di telinganya. Tak bisa mendengar suara tetangganya yang berteriak khawatir. Ia tak mengerti apa yang terjadi di sekitarnya hingga Yun tak sadarkan diri.

Sejak kejadian itu pendengarnnya sungguh ramai. Yun kecil sempat mengeluh karena bising di rumah sakit itu, sedangkan kedua orang tua mereka terheran-heran. Seperti rumah sakit pada biasanya, suasana tenang adalah prioritas utama untuk membuat pasien istirahat dengan tenang.

Namun Yun terus mengeluh bising dan berisik di sekitarnya. Sepertinya banyak orang bercakap namun tak ada sosoknya. Setelah seminggu di rawat dan Yun masih terus mengeluh. Ia kembali kerumahnya dan tak sengaja menemukan mp3nya. Ia mendengarkan lagu-lagu untuk menutupi kebisingan di telinganya. Dan saat itulah ia tak pernah jauh-jauh dari headseat ataupun headphone.

“Sepertinya bulan ini tidak ada penurunan.” Gumam Yun dengan merapikan kertas-kertas yang telah ia baca barusan. Sekretaris itu mengangguk menyetuji apa kata bosnya.

Yun adalah pemilik beberapa restoran bintang lima yang sudah tersebar di lima negara. Ayahnyalah yang mewariskan semuanya pada Yun ketika sudah lulus dari kuliahnya.

“Apa ada rapat hari ini?” sekretaris itu cekatan melihat buku kecil catatannya. Memeriksa adakah perjanjian rapat hari ini untuk bosnya,

“Rapat bulanan jam sepuluh nanti.” Sahutnya cepat masih dengan membaca catatannya, “Setelahnya tidak ada lagi.” Lanjut sekretarisnya dan mendapatkan anggukan dari Yun.

Tak lama ponselnya berbunyi menampilkan kontak nama ibunya. Astaga, ia lupa untuk menghubungi ibunya pagi ini. Semalam ia tertidur terlalu larut karena baru pulang dari restourannya untuk menyambut duta besar dari Thailand dan pagi harinya ia hampir terlambat bangun. Jadwal paginya sebelum berangkat bekerja adalah menghubungi ibunya untuk mendapat restu sebelum bekerja.

Sudah dikatakan tadi Yun adalah sosok bos yang baik, tidak pada umumnya.

-o-

“Wah kau tampak matang sekarang.” Puji sosok pria tua dekat perut yang buncit, ciri-ciri bos besar pada umumnya.

Tunggu saja aku akan menghancurkanmu kelak. Cih, dasar bos muda, seperti serangga.

Yun menyembunyikan senyumnya mendengar suara batin dari bos salah satu pemilik perusahaan elektronik ternama di negaranya.

“Ah, saya hanya bertambah umur saja. Apakah terlihat tua, Paman Sooman?” lanjut Yun masih dengan senyumnya. Mungkin sosok bos besar bernama Sooman itu mengira Yun tersenyum akan candanya barusan, padahal, big no!

Ia tertawa akan hal licik yang pria besar ini sembunyikan.

Benar-benar licik, batin Yun dalam hati.

“Kau sepertinya lebih baik bekerjasama denganku jika begini. Lihatlah betapa aku bisa mempercayai dirimu saat ini.” Sooman menepuk-nepukkan tangannya di bahu Yun dengan tawa beratnya.

Dan kemudian aku mengambil semua sahammu lalu meinggalkanmu miskin. Lanjut Sooman dalam hati.

Yun kembali tersenyum.

Saat ini mereka di dalam ruangan rapat kantor Yun untuk mengadakan rundingan kerjasama yang selalu di adakan setiap bulan dan saat inilah yang Yun senangi.

Ia dapat memilih mana yang dapat diajak bekerjasama dan mana yang tidak. Terlihat dari sosok bos besar tadi yang mendekatinya belum rapat dimulai. Itu adalah salah satu hal licik yang selalu digunakan bos besar untuk menjilatnya.

Yun adalah orang berpengaruh diantara perusahaanya lainnya karena setiap ada hal yang penting, rata-rata mereka akan menyewa restoran Yun untuk menjamu kolega mereka. Bayangkan bekerja sama dengan pemilik restoran terkenal, berapa banyak untung yang diraup oleh bos besar itu.

Yun tidaklah bodoh, terlebih ia dapat mendengar semua rahasia yang ada dibalik orang-orang licik di hadapannya.

“Sepertinya tidak mungkin terjadi.” Kalimat Yun membuat Sooman terhenti akan tawanya. Masih dengan seyuman Yun menatap lekat pria gemuk itu, “Aku tidak akan bekerjasama dengan orang yang hanya mengincar sahamku saja. Terima kasih.” Dengan senyuman ia meninggalkan Sooman menuju kursinya.

Mengapa ia bisa tahu? Apakah rencanaku sudah bocor?

Yun tak bisa menahan senyumnya kembali saat mendengar suara batin Sooman di belakangnya. Ck, ia tak akan pernah mau bekerjasama dengan sosok seperti itu walau keuntungan yang akan ia dapatkan sudah tampak di depan mata. Mengapa juga ia tergiur dengan keuntungan sesaat?

Rapat di mulai. Terlihat orang-orang yang sudah berumur itu terdiam dengan konsentrasi mendengarkan Donghae, pemilik perkebunan anggur, tengah menerangkan keuntungan apabila bergabung dengan usaha perkebunan anggur miliknya.

Suasana itu benar-benar hening, hanya suara Donghae yang mendominasi, sedangkan dalam pendengaran Yun. Ia dapat mendengar semuanya.

Dari yang berfikir untuk bekerjasama dengan Donghae hingga suara pemikiran dari lelaki tepat di sebrang Yun yang tengah mempikirkan bagaimana cara menyembunyikan selingkuhannya.

Astaga, Yun akan tertawa sebentar lagi. Pemikiran orang-orang di ruangan ini begitu berbeda-beda dan semuanya hampir pemikiran kotor.

Bagaimana agar perusahaan mereka mendapatkan keuntungan lebih dan merusak perusaan yang tengah membantunya.

Sudah hampir dua jam ia terduduk di sana dengan suara yang memekakkan telinga. Yun sudah memilih dengan beberapa kerjasama dengan beberapa perusahaan yang baginya saling menguntungkan.

“Yun.” Suara berat di belakangnya membuat Yun berbalik dan mendapati pria tua dengan rambut yang memutih tersenyum ke arahnya.

“Sungguh senang aku mendapatkan penurus ayahmu yang begitu pintar.”

“Terima kasih, Paman Richard.” Yun kali ini tulus mengucapkannya.

Perusahaan ini akan berkembang pesat jika Yun yang memegangnya. Ah betapa beruntungnya Hyuk memiliki anak sepintar Yun.

Lelaki tua itu membatin dengan pujian. Richard adalah teman dekat dari ayahnya, Hyuk. Yun sudah akrab dengan Paman Richard sejak kecil dan ia selalu tahu bagaimana kebaikan Richard dengan hatinya yang bersih itu.

Richard menepuk-nepuk bahu Yun dan segera meninggalkannya dengan langkah pelan dibantu tongkat untuknya berjalan.

Sudah jam dua belas, ia akan mengunjungi salah satu restoran favoritnya tak jauh dari kantornya. Dengan segera ia menuju lift yang langsung mengarah ke basement. Tempat mobilnya terparkir.

Langkahnya terhenti saat melihat mobilnya masih dalam keadaan penuh dengan busa yang disiram oleh gadis yang membawa lap kuning di tangannya dalam keadaan menggosok kap mobilnya.

Kenapa mobilnya masih dibersihkan? Ini sudah siang dan pekerjaan yang seharusnya di kerjakan pagi hari oleh salah satu karyawannya.

Yun mendekati ke arah mobilnya yang kini tercium wangi khas sabun mobil, “Mengapa kau telat?” suara Yun mengagetkan gadis yang tengah menggosok kap mobilnya dengan posisi memunggunginya.

Gadis itu terlonjak dan menatap Yun yang lebih tinggi darinya. Hening, mereka saling menatap dengan wajah penasaran.

Kening Yun berkerut menatap gadis ini. Polos dan kurus. Tak ada pesonanya sama sekali. Pakaian hitam untuk karyawan melekat di tubuhnya.

“Kau karyawan baru?” tanya Yun lagi saat mendapatkan karyawan yang selalu membersihkan mobilnya kini berbeda. Gadis itu mengangguk pelan masih dengan tatapan intensnya ke arah Yun.

Mereka bertatapan kembali dan tak ada yang berbicara cukup lama. Yun mengernyit heran. Mengapa.. mengapa tak ada suara yang terdengar dari gadis ini? Apakah gadis ini sedang tidak membatin? Tapi walaupun jika tak membatin pasti akan mendengar suara lainnya seperti desiran darahnya.

Dan itu tak terdengar dari gadis di hadapannya saat ini.

Astaga, bos ada di sini. Ya ampun, gadis tengil ini sudah membuat masalah.

Yun berbalik saat mendengar suara dari belakangnya. Dilihatnya kepala divisi keamanan yang mendekat ke arahnya setengah berlari dengan wajah panik.

“Maafkan saya, Tuan. Ia masih pegawai baru.” Ucap kepala divisi itu dengan menunduk dalam. Pandangan Yun teralihkan kembali ke arah gadis yang masih menatapnya. Sejenak ia salah tingkah, namun suara intrupsi kecil dari kepala divisi itu untuk ikut membukuk sepertinya membuat gadis itu ikut membungkuk di depan Yun.

“Maafkan saya, Tuan.” Sahut gadis itu dalam bungkukkan badannya.

Aku akan memperingati gadis ini. Astaga.. bos pasti akan marah padaku.

Yun menghembuskan nafasnya setelah mendengar suara dari kepala divisi keamanannya. Diliriknya mobilnya yang masih basah dan tak mungkin ia pakai untuk keluar makan siang di restorannya.

“Tidak apa-apa.” Suara Yun membuat kepala divisi itu segera menegakkan badannya diikuti karyawan barunya yang sedikit membuat masalah di hari pertamanya bekerja, “Tidak terlalu penting. Hanya sekedar keluar makan siang.” Yun mengembangkan senyumnya menatap kepala divisinya yang masih ada sisa raut panik di wajahnya. “Aku akan makan siang di kantin kantor saja.”

Yun sedikit membungkuk di hadapan kepala divisi itu dan berjalan meninggalkan mobilnya. Ada rasa ingin tahu yang besar terhadap gadis baru itu. Mengapa ia tak bisa mendengar suara apapun itu? Hanya suara penyesalan dari kepala divisi yang kini memarahi gadis itu tanpa ada jeda.

-o-

Yun memencet tombol mp3nya untuk mengganti lagu yang ia dengar saat ini. Yun baru saja melangkahkan kakinya keluar dari lift basement dan menuju mobilnya. Suasana parkiran itu sepi hanya terdapat satu dua mobil yang ia tahu pemilik mobil sedang lembur.

Sebelum ia memasuki mobilnya Yun sedikit mengamati bayangan hitam yang terduduk dekat pos pengaman tak jauh dari tempatnya.

Langkahnya perlahan meninggalkan mobilnya dan menuju bayangan hitam yang sedikit bergerak-gerak itu. Matanya baru menyadari itu adalah gadis tadi siang yang sedang membersihkan mobilnya kini sedang bersandar di dinding pos pengaman. Terduduk sambil menyandar menahan kantuk menyerangnya.

Apakah gadis ini shift malam? Bukankah ia sudah bekerja di pagi hari.. tapi mengapa ia masih disini?

Yun bergumam sedikit keras membuat gadis itu terperanjat kaget hingga tak sadar berdiri di hadapan Yun.

Ya ampun itu bosnya tengah menatapnya dengan pandangan yang… sulit dimengerti. Bagaimana bisa pegawai baru hampir lalai akan pekerjaannya.

“Kau pekerja baru yang tadi siang itukan?” tanya Yun menyelidik. Gadis itu mengangguk pelan. Ditatapnya sekilas bosnya itu dan kembali tertunduk. Rasa bersalah menggelayut dalam dirinya. Sudah dipastikan ia akan dipecat sebentar lagi. Melihat kinerja hari pertamanya yang sungguh berantakan dan kini ia tertangkap basah hampir tertidur dishift malamnya.

Yun mendelik melihat gadis itu mengangguk. Bagaimana bisa gadis itu bekerja sehari semalam. Lalu.. bagaimana ia bisa istirahat?

“Kau mengambi shift malam juga?” lagi-lagi gadis itu mengangguk.

Astaga. Yun memijat pangkal hidungnya yang tiba-tiba sakit saat menyadari gadis ini benar-benar bekerja seharian di kantornya.

“Dan kau tak istirahat?” tanya Yun masih dengan gerakan memijat hidungnya.

Gadis itu sedikit kaget atas pertanyaan yang bosnya lontarkan. Bosnya menanyakan .. istirahat? Secara langsung itu adalah bentuk perhatian tersirat.

Yun yang baru sadar dipandangi oleh pegawai barunya itu kini salah tingkah. Ia sudah cukup sebal hingga sekarang tak bisa mendengar suara hati dari sosok di hadapannya ini dan menanyakan hal tadi.

“Maksudku.. bagaimana bisa kau datang esok hari tanpa telat jika harus bekerja hingga malam..” lanjut Yun. Sebelumnya ia tak pernah segugup ini di hadapan wanita , apalagi dengan mantan pacarnya dulu. Namun kali ini, gadis yang benar-benar tak memiliki pesona apapun itu membuatnya gugup hingga ke ujung kaki.

“Saya pulang jam tiga subuh dan mulai bekerja dam sembilan pagi.” Jelas gadis itu masih dalam tekukkan wajahnya.

Sebanyak apa uang yang dibutuhkan gadis di hadapannya ini hingga ia harus capek-capek mengambil dua shift sekaligus?

“Sebaiknya kau pulang saja.” ucapan Yun membuatnya menaikkan pandangannya menatap bosnya yang tinggi itu.

“T-api ..saya sedang…”

“Aku akan menghubungi kepala divisi setelah ini. Kau pulanglah dan istirahat.” Sela Yun tak mau mendengarkan yang gadis itu katakan.

Sebelum gadis itu sempat berucap kembali, Yun segera membalikkan badannya dan berjalan kembali menuju mobilnya sambil menghubungi kepala divisi keamanan untuk mencari orang pengganti gadis itu.

Setelah memerintahkan kepala divisi keamananya ia segera pergi dari parkiran itu, berhenti sebentar di hadapan pegawai barunya untuk pulang dan segera menginjak gas untuk benar-benar pergi dari kantornya.

-o-

Bukannya membelokkan mobilnya menuju kediaman hangatnya, Yun memutuskan untuk sekedar mampir disalah satu bar tak jauh dari kantornya. Bar yang diapit oleh butik dan toko kaset itu berkesan mewah namun dengan harga yang terjangkau.

Yun mengambil tempat di salah satu kursi bar.

Bobby, pelayan muda yang terkenal usil namun ramah langsung menghampirinya dengan senyuman ramahnya.

“Berikan aku minuman terbaikmu.” Pesan Yun tak kalah ramah.

Yun termangu, apa yang ia barusan lakukan? Tak lebih dari dua puluh empat jam ia digeluti oleh rasa penasaran. Yah, penarasan terhadap gadis kurus, polos, dan tak memliki pesona satupun itu.

Mengapa..

Ia tak bisa mendengar sesuatu dari gadis itu?

Tadi siang ia memutuskan untuk makan siang di kantin, sepertinya ia lupa mengenakan headseat hingga suara bising itu benar-benar memusingkannya. Pendengarannya baik-baik saja, masih tetap sama. Bisa mendengar suara hati semua orang di sekitarnya. Tapi, mengapa suara batin gadis itu tidak terdengar sama sekali?

Yun memasangkan headseatnya dan langsung mendekati pelayan mudanya yang tersenyum heran. Jarang sekali bosnya makan siang di kantin kantor, sudah dipastikan bosnya akan keluar ke salah satu restouran favoritnya di pinggir pantai sana.

Mungkin untuk bercengkrama dengan karyawan lainnya, pikir pelayan itu dan langsung menyajikan semua pesanan Yun.

Yun sangat yakin bahwa ia masih mendengar suara batin pelayan itu, apakah gadis itu berbeda?

Gadis itu…

Ya ampun, siapa namanya? Ia bahkan lupa bertanya untuk satu hal yang biasa ia tanyakan ketika bertemu orang baru. Gadis itu terlalu membuatnya penasaran hingga melupakan hal-hal yang seharusnya penting.

Nama.

Dan untunglah beberapa menit lalu ia bertemu gadis itu, namun kondisi gadis itu yang terlampau letih-mungkin-membuatnya melupakan hal itu kembali. Hanya menanyakan nama gadis itu. Ia terlampau khawatir akan gadis itu.

Tubuhnya kurus dengan kantung mata samar terlihat di bawah matanya, oh astaga, matanya tadi sempat ia lihat benar-benar merah, mata orang mengantuk. Siapa yang tega melihat seorang gadis berjaga malam seperti kondisi seperti itu. Terlebih ia langsung mengambil dua shift sekaligus. Oh Man!

Lamunannya terbuyar saat melihat gelas kecil berisikan cairan merah dan terdapat chery di dalamnya. Pandangannya menyipit saat menemukan minuman yang sedikit aneh.

“Namanya If There’s No Tommorow.” Jelas Bobby yang kini menumpukan sikunya di meja bar, “Sebenarnya itu adalah minuman untuk orang putus asa. Ya.. mungkin kau sedang putus asa saat ini, minuman inilah yang terbaik.” Lanjut Bobby dan langsung membungkuk kecil meninggalkan Yun untuk melayani pelanggan lain.

Yun tercenung sebentar. Aroma minuman itu sangat ringan dan wangi. Tidak keras seperti minuman lainnya. Apakah ini membuatnya mabuk?

Nafasnya terhembus pelan sembari mengenang penjelasan Bobby barusan. Minuman untuk orang putus asa? Apakah saat ini ia putus asa?

Jika bisa dibilang dengan harfiah, ia memang putus asa akan gadis yang tak diketahui namanya itu karena membuatnya benar-benar penasaran, mengapa ia tak bisa mendengar suara batin darinya.

Tapi itu bukanlah sebuah putus asa, besok mungkin ia akan menghubungi kepala divisi personalia dan membaca seluruh data diri dari karyawan barunya lalu mulai mencari jawabannya.

Dengan senyum miring di bibirnya, Yun segera meraih gelas itu. Mengambil tangkai chery dan memakannya. Menikmati rasa manis dan kecut dari buat chery dicampur dengan cairan yang sedikit dingin akan rasa mint nya.

Tiga sensasi sekaligus. Hanya menggigit cherry nya saja sudah seperti ini sensasinya. Benar-benar, Bobby adalah bartender yang menjunjung tinggi akan sensasi dalam kecapan pertama.

Akhirnya Yun meminum cairan merah itu dengn sekali tegak. Oh ya ampun, selain rasa mint terdapat rasa asam di ujung lidah, kemudian disusul gelenyar segar di kerongkongan dan menjadi hangat di dada.

Oh Man! Ini minuman terbaik.

*

Yoona baru saja keluar dari belokan gang setelah membeli es krim di toko tak jauh dari tempatnya ia bekerja. Malam-malam seperti ini tak ada salahnya menyecap rasa segar cocoa di lidahnya.

Pikirannya melayang ke kejadian beberapa saat lalu. Ia sungguh tak menyangka bosnya baik. Dalam artian benar-benar baik. Selama ia menghidupi dirinya, ia tak pernah bertemu dengan bos yang seperhatian dengan bosnya tadi.

Pernah ia bekerja disalah satu cafe yang buka dua puluh empat jam, Yoona mendapatkan shift malam, tak lama sejak ia bekerja di sana, rasa tak enak sudah muncul. Benar, baru dua hari ia bekerja di sana. Yoona memutuskan untuk mengundurkan diri karena bosnya memiliki pemikiran mesum padanya.

Beralih pada pekerjaannya di restouran. Yoona benar-benar merasakan tekanan batin. Bos wanitanya yang terkenal cerewet itu memerintahkan Yoona seenak jidatnya. Sejak awal ia melamar pekerjaan di sana, wanita itu sudah tak menyukainya, namun restourannya memang membutuhkan tenaga. Dan alhasil, ia harus mencuci semua piring kotor, membersihkan  meja dan lantai, hingga mengelap jendela lebar milik cafe itu.

Tubuh ringkihnya benar-benar makin kurus hanya karena bekerja seminggu di cafe itu.

Akhirnya Yoona benar-benar dipecat karena tak sengaja ia menyenggol gelas dan pecah. Ia benar-benar didepak dari restouran itu tanpa gaji.

Tak menyerah, ia langsung mendapatkan pekerjaan menjadi satpam disalah satu gedung kantor mewah. Sebenarnya tak seberapa, hanya menjadi satpam di malam hari. Namun pada saat yang sama, pegawai yang selalu membersihkan mobil bosnya mengundurkan diri. Yoona yang mendapatkan peluang segera mengambil shift itu. Tak apalah, setidaknya ia mendapatkan gaji dua kali lipat.

Baru pertama kali ia bekerja di sana. Ia benar-benar lupa akan tugasnya untuk membersihkan mobil bosnya pukul sembilan pagi. Yoona bangun kesiangan saat itu dan langsung ngacir ke tempat kerjanya. Untung saja ia tak bertemu dengan kepala divisi keamanan. Jika iya, mungkin ia sudah kena damprat.

Yoona baru menyentuh mobil bosnya yang super mewah itu tepat lima belas menit sebelum makan siang. Astaga, bagaimana bisa ia membersihkan mobil bosnya dalam kurun waktu kurang dari lima belas menit?

Dengan putus asa ia mencoba membersihkan mobil bosnya. Yoona benar-benar ngeri bagaimana ia akan mendapatkan dampratan dari bosnya jika mobilnya masih bermandikan sabun, dan jangan lupa dampratan dari kepala divisinya.

Ia hampir menangis saat itu hingga suara berat di belakangnya mengintrupsinya. Saat itu lah ia baru bertemu dengan bosnya. Tidak seperrti pemikirannya bahwa bosnya dengan perawakan gendut, berkumis, dan doyan naik darah. Sosok di hadapannya adalah lelaki jangkung dengan wajah berahang kokoh, tubuhnya atletis tak ada kelebihan lemak sedikitpun dengan terbalut jas resmi yang terlihat dijahit khusus untuk dirinya.

Bukannya dampratan yang seperti ia bayangkan, bosnya yang biasanya pergi untuk makan siang memutuskan untuk makan siang di kantin dengan senyum ramahnya.

Yoona yang berdiri di sana merasakan tak percaya hingga ujung kakinya. Bagaimana bisa ada bos sebaik itu?

Lalu saat malam shift malamnya barusan, bosnya kembali menunjukkan perhatiannya. Tak terbesit ada rasa marah sedikitpun atas kejadian tadi siang. Bahkan ia disuruh pulang saat ini karena melihat dirinya kelelahan.

Manusia apa bosnya itu? Mengapa sangat baik?

Yoona benar-benar tak bisa menyembunyikan senyumnya saat mengingat kejadian barusan.

Ia keluar dari gang dan langsung menemukan lelaki yang berjalan sempoyongan tak jauh dari tempatnya. Sejenak ia takut akan lelaki yan mabuk, namun matanya menyadari..

Itu bosnya!

Ia langsung mendekati bosnya setengah berlari. Wangi manis langsung tercium, tak ada wangi alkohol. Tapi Yoona benar-benar yakin, bosnya ini sedang mabuk.

“Oh.. kau rupanya..” ucap Yun masih sempoyongan. Wajahnya memerah dan berjalan tak fokus. Terkadang ia sedikit tertawa dan bergumama tak jelas.

Yoona yang ringkih dan kecil tak kuat menahan tubuh Yun yang kekar. Mereka beberapa kali hampir limbung.

Apakah bosnya saat ini sedang dalam keadaan buruk hingga memutuskan untuk minum?

Atau karena keputusannya untuk memaafkan dirinya dari kesalahan dihari pertamanya?

Apapun itu, Yoona merasa ada tanggung jawab untuk menolong bosnya ini yang tengah mabuk. Bagaimanapun, bosnya ini telah membantunya.

“Tuan…” Yoona tercenung, ia tak menengal nama bosnya sendiri, Yoona sedikit meringis merutuki kebodohannya, “Tuan.. di mana rumahnya?” tanya Yoona setelah acara merutuki dirinya sendiri. Dilihatnya ada headseat yang menutupi telinga bosnya.

Pertalan ia buka headseat itu dan kembali bertanya. Yun yang mabuk hanya tertawa  kembali dan mengguman tak jelas. Sepertinya ia sedang bernyanyi dan tak menggubris pertanyaan Yoona.

Susah payah ia membenahi letak pundaknya untuk menahan Yun agar berdiri tegak, Yoona memutuskan untuk membawa bosnya ini ke rumah kecilnya.

*

Hebat, sangat hebat. Yoona tak pernah menyangka bahwa dengan mabuk akan membawa efek seperti ini.

Bosnya ini apakah sedang patah hati lalu memutuskan unutk minum atau dengan alasan lain hingga benar-benar terpuruk. Setelah membawa dengan susah payah kerumahnya, Yun langsung tertidur di sofanya tak peduli di mana ia sekarang.

Yoona memang tak mengerti bagaimana cara megatasi orang mabuk. Yang ia lakukan hanya memberikan bosnya selimut dan membuka bajunya hingga meninggalkan celana kainnya dan kemejanya yang kusut. Sepertinya dengan itu bosnya akan merasa nyaman dan terbangun keesokan paginya.

Namun pemikirannya salah, bosnya masih dalam mode mabuk mengacak-acak rumahnya bak orang gila. Menciumi pintu kamarnya dan berbicara dengan panci yang ia temukan di dapur Yoona.

Ia tak tahu harus melakukan apa terhadap bosnya. Ingin sekali ia menghubungi salah satu orang di kantor tempat ia bekerja. Tetapi ia tak memiliki ponsel atau telepon untuk menghubungi kantor dan juga bosnya ini tak membawa ponselnya.

Ya tuhan, jika begini terus ia tak bisa bekerja. Bagaimana jika kepala keamanan itu mengamuk lagi? Ia harus menghubungi kantor dengan telepon umum di ujung jalan sana, tapi…

Jika meninggalkan bosnya sepert ini, bisa-bisa ia menemukan rumanya terbakar akan ulah bosnya yang benar-benar tak memiliki kesadaran.

Malam menjelang dan bosnya kembali pulas di lantai ruang tengah rumah kecilnya. Kemejanya hampir terbuka separuh dan celana yang tertekuk di kaki kananya.

Yoona mendesah keras melihat hasil karya bosnya ini. Berantakan hingga seperti telah terjadi tawuran di rumahnya.

Bak cucinya sudah berada di sofa setelah bosnya memakainya untuk bermain bajak laut. Panci yang tadi bosya gunakan untuk berbicara dan lain-lainnya yang membuat Yoona menghembuskan nafasnya keras.

Mungkin saja ia sudah dipecat dari pekerjaannya dan bos-baik-hatinya inilah yang menyebabkan semuanya.

Dipungutnya baju-bajunya yang sempat dipakai main oleh bosnya. Berserkan kemana-mana, susah-susah ia melipatnya dan kini baju yang paling ia sayangi terlihat robek di siku kanannya.

Dengan tarikan nafas berat ia mencoba menetralisir emosinya. Tenang.. tenang… bosnya ini sedang tidak sadar, batin Yoona menyemangatinya dengan pemikiran postif.

Hampir dua jam ia membersihkan rumah kecilnya dan bosnya masih di tempat yang sama. Tergeletak di lantai dengan gumamannya yang tak kunjung henti. Yoona memutuskan untuk makan ramen, perutnya benar-benar kosong. Ia tak sempat membuat makannan untuk menjagai bosnya yang siapa tau melakukan hal-hal yang berbahaya di rumahnya.

Wangi ramen yang matang membuat ia hampir meneteskan air liur. Baru saja akan menyuapkan ramennya, suara gaduh dari ruang tengah rumahnya membuat Yoona menghentikan makannya dan segera menuju ruang tengah. Jangan-jangan bosnya melakukan hal yang aneh-aneh lagi.

Betapa terkejutnya ia saat tak sengaja menabrak tubuh kekar saat keluar dari dapurnya. Tangan Yun terulur menahan bahu Yoona saat gadis itu hampir saja terjatuh karena menabrak dirinya.

Oh, ini bukannya..

“Kau… pegawai baru itu kan?” tanya Yun serak. Kerongkongannya kering sekali dan perut yang lapar.

Yoona mengangguk pelan masih tercengang melihat Yun yang berdiri dengan style berantakan namun masih tetap… menawan.

Tangannya terlepas dari bahu Yoona dan mengusap wajahnya kasar. Apa yang terjadi dengannya?

ia hanya mengingat sepulang dari kantor dan segera pulang. Ah tidak.. tidak.. ia tidak pulang kerumahnya, ia memutuskan ke bar barang sebentar, kemudian memakan chery dan.. dan .. dan menemukan dirinya tergeletak di lantai dingin di rumah kecil yang sederhana. Yun benar-benar kehilangan orientasinya dan disambut rasa haus dan lapar yang kuat. Lalu kini, ia menemukan pegawai barunya di tempat yang sama dengannya.

“Tuan sudah baik-baik saja?’ tanya pegawai barunya yang menatapnya khawatir.

Ah, ia baru saja melupakan pegawai barunya setelah asik terjun dalam pemikirannya sendiri. Yun tersenyum kembali menatap pegawai barunya.

Sesuatu yang memalukan itu terjadi. Yoonalah yang pertama kali menyadari dan kemudian tertawa keras. Perut Yun berbunyi keras. Ia benar-benar lapar. Yun menjadi salah tingkah di depan pegawainya, menggaruk kepalanya yang tak gatal dengan wajah memelas. Yun menatap Yoona sambil menggosok perutnya.

“Mandilah dulu baru makan.” Ucap Yoona yang kini melangkah menuju salah satu pintu yang tertutup. Yun hanya memandangnya saja, Yoona mengisyaratkan untuk mendekat dan memberikannya handuk dan dengan patuh ia melaukanna.

Yun merasa segar saat keluar dari kamar mandi. Ia kembali mengenakan pakaiannya karena Yoona tak memiliki pakaian yang besar. Itu tak masalah, yang penting kali ini adalah makan. Ia sangat lapar.

Wangi ramen yang tercium dari dapur menggugah air liurnya untuk menetes. Dengan sedikit berlari Yun menuju dapur. Melihat ramen yang masih tertutup dan dengan sumpit di atasnya.

Tanpa mempedulikan Yoona, ia langsung memakan ramennya. Pria itu benar-benar lupa akan rasa panas dari ramen hingga ia hanya dapat mengibas-kibaskan tangannya lucu. Yoona yang sedari memperhatikan Yun kini tertawa kecil. Memubat pipi Yun memerah menahan malu.

“Aku lapar.” Ujar Yun polos dan memakan ramennya kembali mengabaikan rasa panasnya.

Yoona memutuskan untuk memakan ramennya yang mulai mengembang.

Ramen Yun habis terlebih dahulu membuatnya mendesah akan rasa kenyang di perutnya. Astaga, ia benar-benar kenyang saat ini.

Yoona menghentikan makannya dan menatap Yun kembali dalam diam. Rasa penasaran itu mengganggunya kembali untuk menatap Yun agar mendapat jawabannya.

Yun yang merasa diperhatikan oleh pegawai barunya ini langsung berdeham dan terduduk sewibawa mungkin layaknya bos. Ia memang bos bukan?

“Maaf telah merepotkanmu.” Ucap Yun membuka pembicaraan.

Yoona lagi-lagi hanya mengangguk pelan masih dengan memandang Yun. Kembali lagi Yun salah tingkah. Ia sedang berdua dengan gadis ini dan hanya suara hening menyelimuti. Kening Yun berkerut tak mengerti. Kenapa ia masih tak bisa mendengar suara batin dari gadis di hadapannya.

Ah, ya. Yun mengingat sesuatu. “Sepertinya aku belum sempat menghubungi divisi personaliaku untuk mengenalmu. Besok aku akan melakukannya. Siapa namamu sebelumnya” tanya Yun sumringah.

“Besok adalah hari minggu, Tuan. Nama saja Im Yoona.”

Yun benar-benar terperanjat kaget, bukankah… ini adalah hari jumat? Ia benar-benar merasa hari ini adalah hari jumat. Kemarin ia keluar dari kantornya pada hari jumat karena ada rapat bulanan disetiap hari jumat di minggu ketiga.

Yoona yang melihat Yun dalam pandangan bertanya hanya tersenyum kecil, “Anda kemarin mabuk dan baru sadar hari ini.” Jelas Yoona yang lagi-lagi membuat Yun terperanjat. Jadi.. ia mabuk hingga sehari penuh?

Astaga, ia merutuki minuman yang ia beli di bar kemarin. Sungguh, benar-benar-benar seperti tak ada hari esok setelah meminumnya.

Mereka tak bicara kembali. Yun terlalu larut dalam pemikirannya dan Yoona larut akan rasa penasarannya. Mata Yun kini menemukan mata Yoona. Menatapnya intens dengan pandangan yang sama seperti Yoona lontarkan padanya.

Pandangan sama-sama bertanya.

Hingga Yun memutuskan untuk mengungkapkan rasa penasarannya.

“Kau berbeda.” Ucap Yun menggantung.

Gadis itu menatap Yun dengann pandangannya yang terlihat lebar, apakah ia kaget?

“Mungkin kau adalah orang pertama yang kuberi tahu, ini adalah fakta dan aku tak mengada-ada.” Yun menghembuskan nafasnya panjang, “Aku memiliki kelebihan untuk mendengar suara batin. Aku bisa mendengar suara semua orang di sekitarku dan untuk itulah aku selalu menggunakan headshet. Suara-suara itu begitu bising hingga aku tak bisa berpikir.”

Yoona terperanjat kaget. Ia bingung. Apakah harus mempercayai apa yang dikatakan bosnya ini.

“Hingga aku bertemu denganmu siang itu. Ketika kepala divisi keamanan mendekat ke arahku, aku bisa mendengarnya dari jarak sepuluh meter, namun dirimu… dengan jarak sedekat ini akupun tak bisa mendengar suara batinmu.”

Jemari Yoona menutup mulutnya benar-benar tak percaya akan perkataan Yun. Bagaimana bisa..

Pikirannya kalut menelaah ucapan bosnya ini, “Tuan..” akhirnya Yoona membuka pembicaraannya. Ada sedikit senyum tak percaya dan kegembiaraan di sana.

“Bisakah jika di luar kantor kau tak memanggilku dengan sebutan Tuan?” Yun menggosok telinganya mengisyaratkan ia benar-benar risih dipanggil seperti itu, “Panggil aku Yun.” Yoona mau tak mau tertawa kecil di hadapannya dan menganggguk penuh.

“Mungkin… mungkin aku juga sepertimu.”

Yun mencondongkan tubuhnya menatap Yoona tak percaya, “Sepertiku?” ulang Yun

Yoona mengangguk, “Hanya saja aku berbeda. Aku bisa melihat semua pemikiran orang lewat semua tulisan di atas kepala mereka.” Dengan gerakan kecil, Yoona mengangkat tangannya di atas kepalanya. Meyakinkan.

“Banyak sekali tulisan dan membuat mataku risih untuk melihat semuanya. Aku bisa melihat mana yang baik mana yang buruk di hadapanku. Namun di hadapan Tu- maksudku Yun..”

Yoona tertunduk menahan malu, ini adalah kelebihannya yang menurutnya memalukan. Tapi bosnya ini… ia memiliki kelebihan yang hampir sama dengannya.

“Aku tidak menemukan tulisan apapun di atas kepalamu, aku tak mengerti. Sebelumnya aku tidak pernah menemukan hal yang seperti ini.” Lanjut Yoona yang sontak membuat Yun makin sumringah.

Astaga, ternyata di dunia ini ia tak menjadi aneh sendirian. Ada Yoona. Ada gadis ini yang memiliki hal yang sama dengannya. Betapa gembiranya ia saat ini.

“Apa kau tak bisa menebak apa yang aku pikirkan?” tanya Yun masih dengan mode gembiaranya. Yoona menggeleng.

Yun hampir saja teriak akan senang namun segera berdeham untuk meredam kegembiraanya.

“Baiklah. Aku sengat senang bisa membagi ceritaku ini pada orang yang tepat.” Yoona menaikkan wajahnya dan tersenyum pada Yun.

“By the way.. namaku Han Seung Yun. Mungkin kita bisa lebih mengenal satu sama lain dengan lebih normal.” Tanya Yun dengan dua jari tangan kiri kananya mengisrayatkan tanda kutip.

Yoona kembali tergelak setelahnya dan kembali mengangguk penuh. Ya, mereka tak saling membaca ataupun mendengar satu sama lain hingga kini mereka akan melakukan hal yang normal. Menebak apapun itu tanpa harus menggunakan kelebihan mereka satu sama lain.

THE END ?

Leave a comment